musculoskeletal disorder pada para pekerja


Secara umum aktivitas para pekerja kantor, hanya duduk di depan layar monitor berjam-jam dan sesekali berjalan hanya untuk mengambil atau fotocopy beberapa dokumen kemudian kembali duduk di depan layar monitor, sehingga tanpa di sadari semua kegiatan tersebut akan muncul gangguan pada otot, tendon, saraf, dan persendian yang menimbulkan rasa nyeri dan tidak nyaman, terutama di punggung dan leher. Dalam ilmu ergonomic gejala tersebut dinamakan  musculoskeletal disorder (MSDs)

Menurut  Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO) (2007) Keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit pada tendon, otot, dan saraf. Aktifitas dengan tingkat pengulangan tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada otot Sehingga Pergerakan mereka menjadi lamban dan mengakibatkan menurunnya kekuatan otot. Kemudian musculoskeletal disorder (MSDs) mulai banyak dirasakan pada usia produktif 25-65 tahun. Namun, keluhan atas rasa nyeri di sepanjang leher hingga punggung rata-rata muncul makin sering di usia 35 tahun dan makin meningkat  rasa sakit seiring bertambahnya usia (dryastiti, 2013 dalam skripsi Ni Luh P.S.L.M. 2014 )

Menurut riset Rajinder Kumar Moom, dkk yang dipublikasikan di Jurnal Procedia Manufacturing  dalam 12 bulan terakhir, sebanyak 50 responden para pekerja bank di distrik Nawanshahr Punjab yang disurvei telah menderita MSDs. Persentase mereka yang mengalami masalah punggung bagian bawah yakni sebanyak 40,4 persen. Sementara itu mereka yang menderita nyeri di bagian punggung atas sebesar 39,5 persen, leher sebanyak 38,6 persen, tangan dan pergelangan 36,8 persen, dan bahu 15,2 persen. kasus serupa juga dialami pekerja kantoran di Inggris sekitar 553.000 kasus kelainan muskuloskeletal yang terkait dengan pekerjaan, Dalam artikel the telegraph ”Kepala Dinas Kesehatan Inggris Dame Sally Davies menyatakan pada 2015 lebih dari 23 juta para pekerja absen akibat sakit. Sehingga kondisi ini menelan biaya ekonomi yang tinggi, yakni mencapai 100 miliar poundsterling per tahun.”

Factor penyebab musculoskeletal disorder (MSDs)
Menurut Peter Vi (2004) dalam skripsi Ni Luh P.S.L.M. (2014)  menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan  terjadinya keluhan otot skeletal.
  1. Peregangan Otot  yang Berlebihan : Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan  terjadinya cedera otot skeletal.
  2. Aktivitas Berulang : yaitu pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk  relaksasi.
  3. Sikap Kerja Tidak Alamiah : adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat,dsb. Semakin jauh posisibagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McCnville, 1996; Waters & Anderson, 1996 & Manuaba,   2000).
  4. Faktor  Penyebab Sekunder
    • Tekanan : Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang  menetap.
    • Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur,  1982).
    • Mikroklimat : Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992; Wilson & Corlett, 1992). Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau   besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur,1982; Grandjean,1993)
Dari beberpa factor di atas faktor penyebab terjadinya keluhan otot tersebut di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan musculoskeletal disorder (MSDs)
  1. umur : Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur
  2. Jenis kelamin : Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap resiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangatmempengaruhi tingkat resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand & Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e at al. (1989) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60 % dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), Hales et al. (1994) dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut di atas, maka  jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban  tugas.
  3. Kebiasaan merokok : Semakin lama dan semakin tin ggi tingkat frekuensi merokok, semakin tinggi pula keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkosumsi oksigen menurun. Apabila perawat denga kebiasaan merokok melakukan aktivitas kerja dengan beban kerja yang tinggi, maka akan sangat mudak mengalami kelelahan otot. 
  4. Kesegaran jasmani : Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat, Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady et al. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah 7,1 %, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2 % dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8 %. Hal ini juga diperkuat dengan laporan
  5. Kekuatan Fisik : Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal juga masih diperdebatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian lainnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal. Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Bagi pekerja yang kekuatan ototnya rendah, resiko terjadinya keluhan tiga kali lipat dari yang mempunyai kekuatan tinggi. Sementara itu, Betti’e et  al. (1990) menemukan bahwa pekerja yang sudah mempunyai keluhan pinggang mampu melakukan pekerjaan seperti pekerja lainnya yang belum memiliki keluhan pinggang.
  6. Ukuran tubuh : Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Vessy et al (1990) menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner et al (1994) yang menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk (obesitas dengan masa tubuh >29) mempunyai resiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh <20), khususnya untuk otot kaki. Temuan lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan

Mengatasi keluhan musculoskeletal disorder (MSDs)
rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA) dalam e-book Tarwaka (2004) “Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan kerja dan Produktivitas” tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja) 
  • Rekayasa teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif  sebagai berikut:
    • Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang  ada.
    • Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.
    • Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja, sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran,  dsb.
    • Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu  panas.
  • Rekayasa manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :
    • Pendidikan dan pelatihan Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatf dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap resiko sakit akibat   kerja
    • Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
juga diperhatikan. Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi yang bersasaran akhir efisiensi dan keserasian kerja memiliki arti penting bagi tenaga kerja, baik secara subyek maupun obyek. Sasaran ergonomic adalah seluruh tenaga kerja, baik pada sektor modern maupun pada sector tradisional dan informal. Pada sektor tradisional, pekerjaan pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomis dapat diperbaiki (Suma’mur, 1989).

Merujuk e-book Tarwaka (2004) “Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan kerja dan Produktivitas” Berikut contoh tindakan untuk mencegah/ mengatasi terjadinya keluhan otot skeletal pada berbagai kondisi/aktivitas seperti yang dijabarkan berikut  ini.
  • Aktivitas angkat-angkut material secara   manual
  1. Usahakan meminimalkan aktivitas angkat-angkut secara   manual
  2. Upayakan agar lantai kerja tidak  licin
  3. Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti crane, kereta  dorong, pengungkit, dsb.
  4. Gunakan alas apabila harus mengangkat di atas kepala atau   bahu
  5. Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat pekerja
  • Berat bahan dan alat
  1. Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang  ringan
  2.  Upayakan menggunakan wadah/alat angkut dengan kapasitas < 50 kg.
  • Alat tangan
  1. Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat atau ringan)
  2. Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan  tangan
  3. Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam kondisi layak pakai
  4. Berikan pelatihan sehingga pekerja terampil dalam mengoperasikan alat
  • Melakukan  pekerjaan  pada ketinggian
  1. Gunakan alat bantu kerja yang memadai seperti; tangga kerja dan lift.
  2. Upayakan untuk mencegah terjadinya sikap kerja tidak alamiah dengan menyediakan alat-alat yang dapat disetel/disesuaikan dengan ukuran tubuh pekerja

Daftar pustaka
  1. Luttmann A. Jäger M. Dkk. 2003. “Preventing Musculoskeletal Disordersin the Workplace” http://www.who.int/occupational_health/publications/en/oehmsd3.pdf (di akses dan di download 7 september 2017. 22:00 WIB)
  2. Ni Luh P.S.L.M. 2014. “Pengaruh Stretching Terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat di Ruang Ratna dan Medical Surgical RSUP Sanglah”. Skripsi. Fak kedokteran. Universitas Udayana: Bali
  3. OHSCO. 2007. “PART 1:MSD Prevention Guideline for Ontario” https://www.iwh.on.ca/system/files/documents/msd_prevention_ont_guideline_2007.pdf. (di akses dan di download 7 september 2017. 19:20 WIB)
  4. pickup Oliver . 2017.  “A pain in the backside – how bad office chairs cost UK plc” http://www.telegraph.co.uk/connect/small-business/scaling-up/staples/how-bad-office-chairs-cost-uk-plc/. (di akses 8 september 2017. 12:20 WIB )
  5. Kumar R.M, Dr. Lakhwinder P.S, Neelam M. 2015. “Prevalence of Musculoskeletal Disorder among Computer Bank Office Employees in Punjab (India): A Case Study”. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S235197891501118X. (di akses dan di download 7 september 2017. 20:00 WIB )
  6. Suma’mur P.K. (1989). Ergonomic Untuk Meningkatkan Produktifitas Kerja. Jakarta: Daftar Pustaka.
  7. Tarwaka, Solichul H.A. Bakri , Lilik S. 2004. “Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan kerja dan Produktivitas” http://shadibakri.uniba.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/Buku-Ergonomi.pdf . (di akses dan di download 8 septermber 2017. 17:00 WIB) 

Komentar